Senin, 04 April 2022

ISLAM DI MALAYSIA

ISLAM DI MALAYSIA

By: Amirullah 

Negara ini merupakan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah barat, tepatnya di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Ulasan sekilas ini akan membahas tentang Negeri Jiran, Malaysia. Tepatnya, kehidupan keislaman di negeri Malaysia. Secara akar budaya, mayoritas warga asli Malaysia adalah keturunan Melayu. Warga Malaysia keturunan India dan Cina berjumlah lebih sedikit dibandingkan warga Melayu. Semaraknya agama Islam di Malaysia sangat didukung oleh peran serta pemerintah dalam penetapan peraturan dan penyediaan fasilitas-fasilitas ibadah dan keagamaan yang memadai.[1]

Di Malaysia, pembangunan setiap masjid harus memperoleh izin dari pemerintah. Jadi, Anda jangan heran bila dalam sebuah kompleks perumahan hanya ada satu masjid. Walhasil, kegiatan keislaman pun berpusat di masjid tersebut, mulai dari shalat berjamaah, sekolah agama untuk anak-anak sekolah rendah (di Indonesia, “sekolah rendah” disebut dengan “sekolah dasar”), hingga pengajian rutin ibu-ibu. Di Malaysia, tidak sembarang orang bisa bebas berbicara dan menetapkan keputusan agama. Untuk agama Islam, pemerintah telah mengatur bahwa Malaysia memiliki seorang mufti (pemberi fatwa). Selain itu, setiap negara bagian juga memiliki mufti. Pemberian fatwa keagamaan Islam hanya berhak dilakukan oleh mufti.[2]

Salah satu contoh peran mufti adalah dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Penetapan 1 Syawal hanya berhak dilakukan oleh mufti negeri. Oleh karena itu, di Malaysia, tidak kita jumpai masyarakat yang berhari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda. Semuanya berada dalam satu komando pemerintah. Pemerintah Malaysia memiliki sistem kontrol yang baik dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Dengan sebab itulah, alhamdulillah, kaum muslimin di Malaysia dapat menyantap makanan dan minuman dengan tenang, karena pemerintah Malaysia sangat ketat menyortir antara makanan halal dan makanan haram. Di hypermart, misalnya, makanan dan minuman yang haram dikonsumsi bagi umat Islam akan diletakkan dalam satu area tersendiri dan diberi peringatan “TIDAK HALAL”.[3]

Selain itu, kawasan judi pun terlarang untuk didatangi oleh umat Islam, sebagaimana di sebuah kawasan judi yang cukup besar di daerah wisata Genting Highland. Setiap orang yang ingin memasuki area judi di sana akan diperiksa identity card-nya. Hanya orang nonmuslim yang boleh masuk ke sana. Bahkan, saking ketatnya menjaga kehidupan keislaman di negerinya, pemerintah Malaysia menangkap 100 pasangan muslim yang merayakan Valentine Day pada Februari 2011.Tak ketinggalan pula sistem negara yang menetapkan raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam struktur kenegaraan Malaysia pun, terdapat tiga belas negara bagian dan tiga wilayah persekutuan. Setiap negara bagian juga memiliki raja, menteri besar (pemimpin negara bagian), dan mufti. Hampir seluruh negara bagian menetapkan Mazhab Syafi’i sebagai mazhab negerinya. Akan tetapi, ada satu negara bagian yang menetapkan “Ahlus Sunnah wal Jamaah As-Salafiyyah” sebagai mazhab negerinya. Dialah negeri Perlis.[4]

Diselah-selah perkembangan negara Malaysia seringkali mendapatkan masalah yang serius seperti yang terjadi di ibu kota pada tahun 2018 Ratusan ribu demonstran berbaju putih berkumpul di dataran Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia, untuk melakukan demo. Demo ini dikenal dengan demo 812. Mereka memprotes Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras (ICERD). Meskipun pemerintah Malaysia telah membatalkan rencana ratifikasi konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa itu, kelompok oposisi tetap turun ke jalan. Ibu kota dibanjiri demonstran yang mengganti unjuk rasa penolakan dengan syukuran. Unjuk rasa terbesar setelah pemerintahan baru terbentuk berkat kemenangan Pakatan Harapan pada 9 Mei ini adalah bukti bahwa konsolidasi oposisi sedang bekerja. Dengan dimotori partai terbesar etnis dan agama, Organisasi Melayu Bersatu (UMNO) dan Partai Islam se-Malaysia (PAS), demonstrasi ini menunjukkan bahwa rakyat tidak sepenuhnya mendukung rezim baru. Dengan alasan ICERD mengancam kedudukan istimewa Melayu, pribumi, dan Islam, mereka menolak pembahasan ratifikasi konvensi itu di parlemen.

Mantan perdana menteri Najib Razak, yang turut serta dalam unjuk rasa ini, menyatakan bahwa aksi damai ini bukan untuk menunjukkan superioritas etnis. Namun pernyataan itu bersifat primordial. Wakil Presiden UMNO Mohamad Hasan menegaskan bahwa umat Islam harus bersatu jika mau mengembalikan marwah agama dan bangsa. Dengan persatuan UMNO dan PAS, mereka bisa melakukan apa saja untuk menegakkan kehormatan. Dengan dalih demokrasi, Abdul Hadi Awang, pemimpin PAS, akan mengerahkan jutaan pendukungnya turun ke jalan menolak pengesahan ICERD. Konvensi ini dianggap mengancam kedudukan istimewa Melayu dan bumiputra yang telah diterakan dalam konstitusi sebagai kontrak sosial. ICERD dilihat sebagai agenda Barat yang lebih menghormati binatang daripada manusia. Jelas, dua retorika ini memainkan emosi primordial dan menarik benang merah antara jati diri khas dan musuh yang nyata: partai berkuasa adalah kepanjangan dari kepentingan Barat.[5]

Sejatinya, dua hujah tersebut bermasalah. Pemerintah, yang ingin mendorong ratifikasi, dikuasai oleh muslim Melayu. Pasal dalam konstitusi yang terkait dengan kedudukan Melayu belum diamendemen dan sistem demokrasi monarki masih dipertahankan. Meskipun ICERD diratifikasi, negara bersangkutan tidak secara otomatis harus mengubah undang-undang dasar. Apalagi tuduhan bahwa kehormatan Islam dinistakan mengada-ada, karena Anwar Ibrahim, pemimpin koalisi pemerintah Pakatan Rakyat, dikenal sebagai politikus muslim moderat yang berkawan rapat dengan Yusuf al-Qaradawi, Ketua Ulama Muslim Dunia.

Anwar gigih mengusung ide ratifikasi dan mengusulkan hal tersebut dibahas di parlemen. Meskipun ide itu ditolak oleh Ketua DPR, ikon reformasi ini berharap semua pihak bisa duduk bersama untuk berbicara secara terbuka. Dari 52 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), hanya Malaysia dan Brunei yang belum meratifikasi ICERD. Dalam pidato di New York pada 28 September 2018, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menegaskan bahwa pemerintah akan mengesahkan beberapa resolusi terkait dengan hak asasi manusia.

Jadi, isu penolakan ICERD sejatinya berkaitan dengan kehendak oposisi untuk menegaskan ideologi politik yang didasari sentimen etnis dan emosi keagamaan. Dengan modal ini, tentu mereka bisa mengekalkan dukungan konstituen tradisional dan menarik pemilih mengambang pada pemilihan umum yang akan datang. Selama unjuk rasa, aroma politik partisan begitu kuat, alih-alih secara jujur menyatakan pembelaan terhadap umat. Bahkan doa penutup aksi, yang berupa permohonan agar Pakatan Harapan segera tumbang, dengan jelas menunjukkan politik elektoral yang kuat.

Perseteruan ini perlu dikelola dengan baik, mengingat potensi konflik horizontal bisa mencuat. Setelah kontroversi perobohan kuil Hindu yang memakan korban, isu ICERD bisa mendorong muslim merapatkan barisan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah korban dari ketidakberdayaan pemerintah mengatasi hubungan antar-agama dengan adil. Isu agama tidak bisa dilihat dari logika semata-mata, tapi juga perasaan.[6]

DAFTAR PUSTAKA

Rohman, Abdu, Perkembangan Islam dan Gerakan Politiknya di Malaysia, Jurnal Politik Walisongo 2, no 1, (2020): h. 28-36.

Rini Masykuroh, Yufi Wiyos, Politik (Legilasi) Hukum Islam di Malaysia, Jurnal UIN Raden Intann, (2021): h. 124-138.

Sahida, Ahmad, Isu Ras dan Islam di Negeri Jiran, Artikel Tempo. Co, (Universitas Utara Malaysia: 11 Januari 2019).

Sujadi, Eko, Masuknya Islam di Malaysia, Makalah Blog Spot (IAIN Kerinci: 27 Februari 2011).

https://m.merdeka.com/dunia/demo-812-di-malaysia-negeri-jiran-masi-dibekap-isi diskriminasi-ras.html

Mohd Nor, Mohd Roslan dan, Termizi Wan Othman, Wan Mohd, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Malaysia, Jurnal Unida Gontor 6, no 1, (2011): h. 65-75.

 

 



[1]Rohman, Abdu, Perkembangan Islam dan Gerakan Politiknya di Malaysia, Jurnal Politik Walisongo 2, no 1, (2020): h. 28.

[2] Mohd Nor, Mohd Roslan dan, Termizi Wan Othman, Wan Mohd, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Malaysia, Jurnal Unida Gontor 6, no 1, (2011): h. 65.

 

[3]Eko, Sujadi Masuknya Islam di Malaysia, Makalah Blog Spot (IAIN Kerinci: 27 Februari 2011): h. 5.

[4]Yufi Wiyos Rini Masykuroh, Politik (Legilasi) Hukum Islam di Malaysia, Jurnal UIN Raden Intann, (2021): h. 124.

[5]https://m. merdeka.com/dunia/demo-812-di-malaysia-negeri-jiran-masi-dibekap-isi diskriminasi-ras.html.

[6]Ahmad Sahida, Isu Ras dan Islam di Negeri Jiran, Artikel Tempo. Co, (Universitas Utara Malaysia: 11 Januari 2019): h. 5.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ISLAM

By: Amirullah Islam (bahasa Arab: ٱلْإِسْلَام, translit. al-’Islām, Tentang suara ini dengarkan) adalah sebuah agama (Din, bahasa Arab: دٖين...