Negara ini merupakan negara tetangga
yang berbatasan langsung dengan Indonesia di sebelah barat, tepatnya di pulau
Sumatera dan pulau Kalimantan. Ulasan sekilas ini akan membahas tentang Negeri
Jiran, Malaysia. Tepatnya, kehidupan keislaman di negeri Malaysia. Secara akar
budaya, mayoritas warga asli Malaysia adalah keturunan Melayu. Warga Malaysia
keturunan India dan Cina berjumlah lebih sedikit dibandingkan warga Melayu.
Semaraknya agama Islam di Malaysia sangat didukung oleh peran serta pemerintah
dalam penetapan peraturan dan penyediaan fasilitas-fasilitas ibadah dan
keagamaan yang memadai.
Di Malaysia, pembangunan setiap
masjid harus memperoleh izin dari pemerintah. Jadi, Anda jangan heran bila
dalam sebuah kompleks perumahan hanya ada satu masjid. Walhasil, kegiatan
keislaman pun berpusat di masjid tersebut, mulai dari shalat berjamaah, sekolah
agama untuk anak-anak sekolah rendah (di Indonesia, “sekolah rendah” disebut
dengan “sekolah dasar”), hingga pengajian rutin ibu-ibu. Di Malaysia, tidak
sembarang orang bisa bebas berbicara dan menetapkan keputusan agama. Untuk
agama Islam, pemerintah telah mengatur bahwa Malaysia memiliki seorang mufti
(pemberi fatwa). Selain itu, setiap negara bagian juga memiliki mufti.
Pemberian fatwa keagamaan Islam hanya berhak dilakukan oleh mufti.
Salah satu contoh peran mufti adalah
dalam penetapan tanggal 1 Syawal. Penetapan 1 Syawal hanya berhak dilakukan
oleh mufti negeri. Oleh karena itu, di Malaysia, tidak kita jumpai masyarakat
yang berhari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda-beda. Semuanya berada dalam
satu komando pemerintah. Pemerintah Malaysia memiliki sistem kontrol yang baik
dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Dengan sebab itulah, alhamdulillah,
kaum muslimin di Malaysia dapat menyantap makanan dan minuman dengan tenang,
karena pemerintah Malaysia sangat ketat menyortir antara makanan halal dan
makanan haram. Di hypermart, misalnya, makanan dan minuman yang haram
dikonsumsi bagi umat Islam akan diletakkan dalam satu area tersendiri dan
diberi peringatan “TIDAK HALAL”.
Selain itu, kawasan judi pun
terlarang untuk didatangi oleh umat Islam, sebagaimana di sebuah kawasan judi
yang cukup besar di daerah wisata Genting Highland. Setiap orang yang ingin
memasuki area judi di sana akan diperiksa identity card-nya. Hanya orang
nonmuslim yang boleh masuk ke sana. Bahkan, saking ketatnya menjaga kehidupan
keislaman di negerinya, pemerintah Malaysia menangkap 100 pasangan muslim yang
merayakan Valentine Day pada Februari 2011.Tak ketinggalan pula sistem negara
yang menetapkan raja sebagai kepala negara dan perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan. Dalam struktur kenegaraan Malaysia pun, terdapat tiga belas negara
bagian dan tiga wilayah persekutuan. Setiap negara bagian juga memiliki raja,
menteri besar (pemimpin negara bagian), dan mufti. Hampir seluruh negara bagian
menetapkan Mazhab Syafi’i sebagai mazhab negerinya. Akan tetapi, ada satu
negara bagian yang menetapkan “Ahlus Sunnah wal Jamaah As-Salafiyyah” sebagai
mazhab negerinya. Dialah negeri Perlis.
Diselah-selah perkembangan negara
Malaysia seringkali mendapatkan masalah yang serius seperti yang terjadi di ibu
kota pada tahun 2018 Ratusan ribu demonstran berbaju putih berkumpul di dataran
Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia, untuk melakukan demo. Demo ini dikenal dengan
demo 812. Mereka memprotes Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Ras (ICERD). Meskipun pemerintah Malaysia telah membatalkan
rencana ratifikasi konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa itu, kelompok oposisi tetap
turun ke jalan. Ibu kota dibanjiri demonstran yang mengganti unjuk rasa
penolakan dengan syukuran. Unjuk rasa terbesar setelah pemerintahan baru
terbentuk berkat kemenangan Pakatan Harapan pada 9 Mei ini adalah bukti bahwa
konsolidasi oposisi sedang bekerja. Dengan dimotori partai terbesar etnis dan
agama, Organisasi Melayu Bersatu (UMNO) dan Partai Islam se-Malaysia (PAS),
demonstrasi ini menunjukkan bahwa rakyat tidak sepenuhnya mendukung rezim baru.
Dengan alasan ICERD mengancam kedudukan istimewa Melayu, pribumi, dan Islam,
mereka menolak pembahasan ratifikasi konvensi itu di parlemen.
Mantan perdana menteri Najib Razak,
yang turut serta dalam unjuk rasa ini, menyatakan bahwa aksi damai ini bukan
untuk menunjukkan superioritas etnis. Namun pernyataan itu bersifat primordial.
Wakil Presiden UMNO Mohamad Hasan menegaskan bahwa umat Islam harus bersatu
jika mau mengembalikan marwah agama dan bangsa. Dengan persatuan UMNO dan PAS,
mereka bisa melakukan apa saja untuk menegakkan kehormatan. Dengan dalih
demokrasi, Abdul Hadi Awang, pemimpin PAS, akan mengerahkan jutaan pendukungnya
turun ke jalan menolak pengesahan ICERD. Konvensi ini dianggap mengancam
kedudukan istimewa Melayu dan bumiputra yang telah diterakan dalam konstitusi
sebagai kontrak sosial. ICERD dilihat sebagai agenda Barat yang lebih
menghormati binatang daripada manusia. Jelas, dua retorika ini memainkan emosi
primordial dan menarik benang merah antara jati diri khas dan musuh yang nyata:
partai berkuasa adalah kepanjangan dari kepentingan Barat.
Sejatinya, dua hujah tersebut
bermasalah. Pemerintah, yang ingin mendorong ratifikasi, dikuasai oleh muslim
Melayu. Pasal dalam konstitusi yang terkait dengan kedudukan Melayu belum
diamendemen dan sistem demokrasi monarki masih dipertahankan. Meskipun ICERD
diratifikasi, negara bersangkutan tidak secara otomatis harus mengubah
undang-undang dasar. Apalagi tuduhan bahwa kehormatan Islam dinistakan
mengada-ada, karena Anwar Ibrahim, pemimpin koalisi pemerintah Pakatan Rakyat,
dikenal sebagai politikus muslim moderat yang berkawan rapat dengan Yusuf
al-Qaradawi, Ketua Ulama Muslim Dunia.
Anwar gigih mengusung ide ratifikasi
dan mengusulkan hal tersebut dibahas di parlemen. Meskipun ide itu ditolak oleh
Ketua DPR, ikon reformasi ini berharap semua pihak bisa duduk bersama untuk
berbicara secara terbuka. Dari 52 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI),
hanya Malaysia dan Brunei yang belum meratifikasi ICERD. Dalam pidato di New
York pada 28 September 2018, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad
menegaskan bahwa pemerintah akan mengesahkan beberapa resolusi terkait dengan
hak asasi manusia.
Jadi, isu penolakan ICERD sejatinya
berkaitan dengan kehendak oposisi untuk menegaskan ideologi politik yang
didasari sentimen etnis dan emosi keagamaan. Dengan modal ini, tentu mereka
bisa mengekalkan dukungan konstituen tradisional dan menarik pemilih mengambang
pada pemilihan umum yang akan datang. Selama unjuk rasa, aroma politik partisan
begitu kuat, alih-alih secara jujur menyatakan pembelaan terhadap umat. Bahkan
doa penutup aksi, yang berupa permohonan agar Pakatan Harapan segera tumbang,
dengan jelas menunjukkan politik elektoral yang kuat.
Perseteruan ini perlu dikelola dengan baik, mengingat
potensi konflik horizontal bisa mencuat. Setelah kontroversi perobohan kuil
Hindu yang memakan korban, isu ICERD bisa mendorong muslim merapatkan barisan
untuk menunjukkan bahwa mereka adalah korban dari ketidakberdayaan pemerintah
mengatasi hubungan antar-agama dengan adil. Isu agama tidak bisa dilihat dari
logika semata-mata, tapi juga perasaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Rohman, Abdu, Perkembangan Islam dan
Gerakan Politiknya di Malaysia, Jurnal Politik Walisongo 2, no 1,
(2020): h. 28-36.
Rini Masykuroh, Yufi Wiyos, Politik
(Legilasi) Hukum Islam di Malaysia, Jurnal UIN Raden Intann, (2021): h.
124-138.
Sahida, Ahmad, Isu Ras dan Islam di
Negeri Jiran, Artikel Tempo. Co, (Universitas Utara Malaysia: 11 Januari
2019).
Sujadi, Eko, Masuknya Islam di
Malaysia, Makalah Blog Spot (IAIN Kerinci: 27 Februari 2011).
https://m.merdeka.com/dunia/demo-812-di-malaysia-negeri-jiran-masi-dibekap-isi
diskriminasi-ras.html
Mohd Nor, Mohd Roslan dan, Termizi
Wan Othman, Wan Mohd, Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Malaysia, Jurnal
Unida Gontor 6, no 1, (2011): h. 65-75.
Rohman,
Abdu, Perkembangan Islam dan Gerakan Politiknya di Malaysia, Jurnal Politik
Walisongo 2, no 1, (2020): h. 28.
Mohd
Nor, Mohd Roslan dan, Termizi Wan Othman, Wan Mohd, Sejarah Perkembangan
Pendidikan Islam di Malaysia, Jurnal Unida Gontor 6, no 1, (2011): h. 65.
Eko,
Sujadi Masuknya Islam di Malaysia, Makalah Blog Spot (IAIN Kerinci: 27
Februari 2011): h. 5.
Yufi
Wiyos Rini Masykuroh, Politik (Legilasi) Hukum Islam di Malaysia, Jurnal UIN
Raden Intann, (2021): h. 124.
Ahmad
Sahida, Isu Ras dan Islam di Negeri Jiran, Artikel Tempo. Co, (Universitas
Utara Malaysia: 11 Januari 2019): h. 5.